• Terpadu, memiliki
arti :
– secara sektoral, berarti perlu ada koordinasi tugas, wewenang dan tanggung jawab antar sektor, pemerintah dengan pemerintah daerah.
– Interdisciplinary approach : ekonomi, ekologi, teknik (perencanaan wilayah, sipil, geodesi, geologi,dan lain lain), sosiologi, hukum, dll yang relevan
– Keterpaduan ekosistem (ecological linkages)
– Keterpaduan ruang wilayah daratan dan pesisir & laut
– secara sektoral, berarti perlu ada koordinasi tugas, wewenang dan tanggung jawab antar sektor, pemerintah dengan pemerintah daerah.
– Interdisciplinary approach : ekonomi, ekologi, teknik (perencanaan wilayah, sipil, geodesi, geologi,dan lain lain), sosiologi, hukum, dll yang relevan
– Keterpaduan ekosistem (ecological linkages)
– Keterpaduan ruang wilayah daratan dan pesisir & laut
Wilayah
pesisir, lautan, dan pulau pada dasarnya tersusun oleh berbagai jenis ekosistem yang
satu sama lain saling terkait,
baik secara fisik maupun secara ekologis (hubungan fungsional). Disamping
itu, wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia dan prosesproses alamiah
yang terjadi, baik di lahan atas maupun di lautan lepas, kondisi empiris
semacam ini mensyaratkan bahwa
wilayah pesisir, lautan, dan pulau harus dikelola secara terpadu (mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan,
sampai tahap monitoring dan evaluasi) dengan menggunakan paradigma pengelolaan yang melek ekologi/bahasa alam yang diharapkan dapat menjamin kelestarian fungsi dan
hasil dari ekosistem yang dikelola untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kusmana, C. (2009)
Kusmana, C. (2009)
Proses pengelolaan wilayah pesisir dan pulau –
pulau kecil :
• Meliputi kegiatan :
1. perencanaan,
2. pemanfaatan,
3. pengawasan, dan
4. Pengendalian
• Meliputi kegiatan :
1. perencanaan,
2. pemanfaatan,
3. pengawasan, dan
4. Pengendalian
Gambar 2.4 Hirarkhi Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah
Pesisir Terpadu (Bappedasu, 2002).
PRINSIP-PRINSIP
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR
DAN LAUTAN SECARA TERPADU - Mengacu Clark (1992)
DAN LAUTAN SECARA TERPADU - Mengacu Clark (1992)
Dalam implementasinya, terdapat 15 prinsip dalam PWPLT yang mengacu pada
Clark 1992), dengan rincian sebagai berikut :
Prinsip 1: Wilayah pesisir adalah suatu sistem sumberdaya yang unik, yang memerlukan pendekatan khusus
contoh : abrasi pantai, migrasi ikan dan biota laut lain, proses jaring rantai makanan Raja
ampat
Prinsip
2: Air merupakan factor kekuatan
penyatu utama dalam ekosistem
wilayah pesisir dan
lautan.
Prinsip
3: Tata ruang daratan dan lautan harus direncanakan serta dikelola secara terpadu.
Prinsip
4: Daerah perbatasan antara
laut dan darat hendaknya dijadikan
fokus utama dalam setiap
program pengelolaan wilayah
pesisir.
Prinsip
5: Batas suatu wilayah pesisir harus ditetapkan berdasarkan pada isu dan permasalahan yang hendak dikelola serta bersifat adaptif.
Prinsip
6: Fokus utama dari pengelolaan
wilayah pesisir dan lautan
adalah untuk mengkonservasi sumberdaya milik bersama (common property resources).
Prinsip
7: Pencegahan kerusakan akibat
bencana alam dan konservasi sumberdaya alam harus dikombinasikan dalam satu program PWPLT (Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Terpadu).
Prinsip
8: Semua tingkat pemerintahan
dalam suatu Negara harus
diikutsertakan dalam perencanaan
dan pengelolaan wilayah
pesisir dan lautan.
Prinsip
9: Pendekatan pengelolaan yang disesuaikan dengan sifat dan dinamika alam adalah tepat dalam pembangunan wilayah pesisir dan lautan.
Prinsip
10 Evaluasi manfaat ekonomi dan sosial dari ekosistem pesisir serta partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan wilayah
pesisir dan lautan.
Prinsip
11:Konservasi untuk pemanfaatan
yang berkelanjutan adalah
tujuan dari pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir.
Prinsip
12. Pengelolaan multiguna (multiple uses) sangat tepat digunakan untuk semua system sumberdaya wilayah pesisir.
Prinsip
13: Pemanfaatan multiguna (multiple uses) merupakan kunci keberhasilan dalam pembangunan wilayah pesisir dan lautan secara berkelanjutan.
Prinsip
14: Pengelolaan sumberdaya
pesisir dan lautan secara
tradisional harus dihargai.
Prinsip
15: Analisa dampak lingkungan
sangat penting bagi pengelolaan
wilayah pesisir dan lautan
secara efektif.
Meskipun sudah diatur sedemikian rupa,namun dalam implementasinya masih terdapat banyak faktor persoalan yang menyebabkan tidak optimal dan berkelanjutan
pengelolaan wilayah pesisir dan lautan. Kesepakatan umum mengungkapkan bahwa salah satu penyebab utama adalah perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan sumberdaya pesisir dan lautan yang selama ini
dijalankan bersifat sektoral dan terpilah-pilah. Padahal karakteristik dan alamiah ekosistem
pesisir dan lautan yang secara ekologis saling terkait satu sama lain termasuk dengan
ekosistem lahan atas, serta beraneka sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan sebagai potensi pembangunan yang pada umumnya terdapat
dalam suatu hamparan ekosistem pesisir, mensyaratkan bahwa pengelolaan sumberdaya
wilayah pesisir dan lautan secara optimal dan berkelanjutan hanya dapat diwujudkan
melalui pendekatan terpadu dan holostik.
Apabila perencanaan dan pengelolaan
sumberdaya pesisir dan lautan tidak dilakukan secara terpadu, maka dikhawatirkan sumberdaya
tersebut akan rusak bahkan punah, sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk menopang
kesinambungan pembangunan nasional dalam mewujudkan bangsa yang maju, adil dan
makmur. Ditinjau dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan dan status
bangsa Indonesia
sebagai negara berkembang, Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu sesungguhnya berada dipersimpangan jalan (at the cross road). Disatu sisi kita mengahadapi wilayah pesisir yang padat penduduk dengan derap pembangunan yang intensif dengan pola yang tidak berkelanjutan (unsustainable development pattern), seperti yang terjadi di Selat Malaka, Pantai Utara Jawa, Bali, pesisir antara Balikpapan dan Bontang di Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Sehingga, indikasinya telah terlampaui daya dukung (potensi lestari) dari ekosistem pesisir dan lautan, seperti pencemaran, tangkap lebih (overfishing), degradasi fisik habitat pesisir dan abrasi pantai. Di sisi lain, masih banyak kawasan pesisir dan lautan Indonesia yang tingkat pemanfaatan sumberdaya alamnya belum optimal, kondisi ini umumnya dijumpai di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan daerah luar jawa lainnya yang belum tersentuh aktivitas pembangunan.
sebagai negara berkembang, Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu sesungguhnya berada dipersimpangan jalan (at the cross road). Disatu sisi kita mengahadapi wilayah pesisir yang padat penduduk dengan derap pembangunan yang intensif dengan pola yang tidak berkelanjutan (unsustainable development pattern), seperti yang terjadi di Selat Malaka, Pantai Utara Jawa, Bali, pesisir antara Balikpapan dan Bontang di Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Sehingga, indikasinya telah terlampaui daya dukung (potensi lestari) dari ekosistem pesisir dan lautan, seperti pencemaran, tangkap lebih (overfishing), degradasi fisik habitat pesisir dan abrasi pantai. Di sisi lain, masih banyak kawasan pesisir dan lautan Indonesia yang tingkat pemanfaatan sumberdaya alamnya belum optimal, kondisi ini umumnya dijumpai di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan daerah luar jawa lainnya yang belum tersentuh aktivitas pembangunan.
Bertitik tolak pada kondisi tersebut, sudah waktunya ada kebijakan
dan strategi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan yang
dapat menyeimbangkan pemanfaatan antar wilayah dan tidak mengulangi kesalahan (kerusakan
lingkungan dan inefesiensi), seperti yang terjadi di Kawasan Barat Indonesia
(KBI). Bedasarkan karakteristik dan dinamika dari kawasan pesisir, potensi dan permasalahannya,
maka kebijakan pemerintah untuk membangun kawasan pesisir dan laut secara optimal
dan berkelanjutan hanya dilakukan melalui Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan
Secara Terpadu (PWPLT).
Referensi :
Darajati, Wahyuningsih, 004. Makalah Sosialisasi Nasional
MFCDP : STRATEGI PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN SECARA TERPADU DAN
BERKELANJUTAN (bappenas.go.id)
Artikel Lainnya :