Minggu, 01 Mei 2016

Sudah Optimalkah Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu ?



• Terpadu, memiliki arti :
– secara sektoral, berarti perlu ada koordinasi tugas,
wewenang dan tanggung jawab antar sektor, pemerintah dengan pemerintah daerah.
Interdisciplinary approach : ekonomi, ekologi, teknik
(perencanaan wilayah, sipil, geodesi, geologi,dan lain lain),  sosiologi, hukum, dll yang relevan
– Keterpaduan ekosistem (ecological linkages)
– Keterpaduan ruang wilayah daratan dan pesisir & laut
Wilayah pesisir, lautan, dan pulau pada dasarnya tersusun oleh berbagai jenis ekosistem yang satu sama lain saling terkait, baik secara fisik maupun secara ekologis (hubungan fungsional). Disamping itu, wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia dan prosesproses alamiah yang terjadi, baik di lahan atas maupun di lautan lepas, kondisi empiris semacam ini mensyaratkan bahwa wilayah pesisir, lautan, dan pulau harus dikelola secara terpadu (mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai tahap monitoring dan evaluasi) dengan menggunakan paradigma pengelolaan yang melek ekologi/bahasa alam yang diharapkan dapat menjamin kelestarian fungsi dan hasil dari ekosistem yang dikelola untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan  masyarakat.
Kusmana, C. (2009)
Proses pengelolaan wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil :
• Meliputi kegiatan :
1. perencanaan,
2. pemanfaatan,
3. pengawasan, dan
4. Pengendalian

Gambar 2.4 Hirarkhi Penyusunan Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (Bappedasu, 2002).



PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR
DAN LAUTAN SECARA TERPADU - Mengacu Clark (1992)

   
Dalam implementasinya, terdapat 15 prinsip dalam PWPLT yang mengacu pada Clark 1992), dengan rincian sebagai berikut :


Prinsip 1: Wilayah pesisir adalah suatu sistem sumberdaya yang unik, yang memerlukan pendekatan khusus
contoh : abrasi pantai, migrasi ikan dan biota laut lain, proses jaring rantai makanan Raja ampat

Prinsip 2: Air merupakan factor kekuatan penyatu utama dalam ekosistem wilayah pesisir dan lautan.
Prinsip 3: Tata ruang daratan dan lautan harus direncanakan serta dikelola secara terpadu.


 

Prinsip 4: Daerah perbatasan antara laut dan darat hendaknya dijadikan fokus utama dalam setiap program pengelolaan wilayah pesisir.
Prinsip 5: Batas suatu wilayah pesisir harus ditetapkan berdasarkan pada isu dan permasalahan yang hendak dikelola serta bersifat adaptif.
Prinsip 6: Fokus utama dari pengelolaan wilayah pesisir dan lautan adalah untuk mengkonservasi sumberdaya milik bersama (common property resources).
Prinsip 7: Pencegahan kerusakan akibat bencana alam dan konservasi sumberdaya alam harus dikombinasikan dalam satu program PWPLT (Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Terpadu).
 



Prinsip 8: Semua tingkat pemerintahan dalam suatu Negara harus diikutsertakan dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan.
Prinsip 9: Pendekatan pengelolaan yang disesuaikan dengan sifat dan dinamika alam adalah tepat dalam pembangunan wilayah pesisir dan lautan.
Prinsip 10 Evaluasi manfaat ekonomi dan sosial dari ekosistem pesisir serta partisipasi masyarakat dalam program pengelolaan wilayah pesisir dan lautan.
Prinsip 11:Konservasi untuk pemanfaatan yang berkelanjutan adalah tujuan dari pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir.
Prinsip 12. Pengelolaan multiguna (multiple uses) sangat tepat digunakan untuk semua system sumberdaya wilayah pesisir.
Prinsip 13: Pemanfaatan multiguna (multiple uses) merupakan kunci keberhasilan dalam pembangunan wilayah pesisir dan lautan secara berkelanjutan.
Prinsip 14: Pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan secara tradisional harus dihargai.
Prinsip 15: Analisa dampak lingkungan sangat penting bagi pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara efektif.





Meskipun sudah diatur sedemikian rupa,namun dalam implementasinya masih terdapat banyak faktor persoalan yang menyebabkan tidak optimal dan berkelanjutan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan. Kesepakatan umum mengungkapkan bahwa salah satu penyebab utama adalah perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sumberdaya pesisir dan lautan yang selama ini dijalankan bersifat sektoral dan terpilah-pilah. Padahal karakteristik dan alamiah ekosistem pesisir dan lautan yang secara ekologis saling terkait satu sama lain termasuk dengan ekosistem lahan atas, serta beraneka sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan sebagai potensi pembangunan yang pada umumnya terdapat dalam suatu hamparan ekosistem pesisir, mensyaratkan bahwa pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara optimal dan berkelanjutan hanya dapat diwujudkan melalui pendekatan terpadu dan holostik.



Apabila perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan tidak dilakukan secara terpadu, maka dikhawatirkan sumberdaya tersebut akan rusak bahkan punah, sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk menopang kesinambungan pembangunan nasional dalam mewujudkan bangsa yang maju, adil dan makmur. Ditinjau dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan dan status bangsa Indonesia
sebagai negara berkembang, Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan secara
Terpadu sesungguhnya berada dipersimpangan jalan (at the cross road). Disatu sisi kita mengahadapi wilayah pesisir yang padat penduduk dengan derap pembangunan yang intensif dengan pola yang tidak berkelanjutan (unsustainable development pattern), seperti yang terjadi di Selat Malaka, Pantai Utara Jawa, Bali, pesisir antara Balikpapan dan Bontang di Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Sehingga, indikasinya telah terlampaui daya dukung (potensi lestari) dari ekosistem pesisir dan lautan, seperti pencemaran, tangkap lebih (overfishing), degradasi fisik habitat pesisir dan abrasi pantai. Di sisi lain, masih banyak kawasan pesisir dan lautan Indonesia yang tingkat pemanfaatan sumberdaya alamnya belum optimal, kondisi ini umumnya dijumpai di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan daerah luar jawa lainnya yang belum tersentuh aktivitas pembangunan.



 Bertitik tolak pada kondisi tersebut, sudah waktunya ada kebijakan dan strategi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan yang dapat menyeimbangkan pemanfaatan antar wilayah dan tidak mengulangi kesalahan (kerusakan lingkungan dan inefesiensi), seperti yang terjadi di Kawasan Barat Indonesia (KBI). Bedasarkan karakteristik dan dinamika dari kawasan pesisir, potensi dan permasalahannya, maka kebijakan pemerintah untuk membangun kawasan pesisir dan laut secara optimal dan berkelanjutan hanya dilakukan melalui Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu (PWPLT).



Referensi :


Darajati, Wahyuningsih, 004. Makalah Sosialisasi Nasional MFCDP : STRATEGI PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN LAUTAN SECARA TERPADU DAN BERKELANJUTAN (bappenas.go.id)


 


 Artikel Lainnya :